Ternyata Salah Satu Masjid Tertua di Indonesia Ada di Sumbar, Ini Lokasinya
 |
| Masjid Tuo Kayu Jao |
Masjid ini dibangun pada tahun 1599 silam, Jejak agama Islam di tanah Minangkabau telah melengkapi kebudayaan sejak ratusan tahun yang lalu. Bukti dari kelengkapan adat tersebut dapat dilihat dari bangunan-bangunan lama yang menegaskan jejak agama Islam di tanah Minang.Salah satu bukti itu adalah Masjid Tuo Kayu Jao. Masjid ini dikenal sebagai salah satu tempat ibadah umat Islam tertua di Indonesia.Masjid ini dibangun pada tahun 1599 silam oleh Angku Masyhur dan Angku Labai.
Bangunan masjid ini terletak di Jalan Kampung Kayu Jao, Jorong Kayu Jao, Kenagarian Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok. Bangunan masjid tuo ini terletak di ketinggian 1.152 meter persegi dengan dikelilingi oleh hamparan pemandangan hijau. Di sekitaran masjid terdapat perkebunan teh dan perbukitan hijau. Sehingga udara di mesjid sangat sejuk.
Dikutip dari laman resmi BPCB Sumbar, menurut cerita rakyat, Masjid Tuo Kayu Jao didirikan pada abad ke-XVI. Pembanguann dilakukan atas swadaya masyarakat Lubuk Lasih dan Batang Barus.
Masjid ini adalah salah satu bukti telah berkembangnya Islam di Kabupaten Solok sejak 400 tahun yang lalu. Keberadaan masjid ini tidak saja sebagai bukti telah berkembangnya Islam di Kabupaten Solok. Tetapi juga sebagai bukti tumbuh dan berkembangnya Islam di Sumatera Barat sejak abad ke-16. Sang pendiri, Angku Mahsyur dikenal sebagai imam yang memiliki suara merdu dalam bacaan sholatnya sehingga banyak dikagumi orang. Sementara itu, Angku Labai dikenal sebagai bilal di masjid kayu jao. Tak kalah dengan Angku Masyhur, Angku Labai juga punya suara yang juga sangat merdu dan khas. Sehingga ketika azan orang yang mendengar dengan ringan hati datang ke masjid.
Cerita lain menyebutkan Angku labai juga memiliki ilmu yang dapat berpindah-pindah ke tempat lain. Hal itu ia lakukan hanya dalam sekejap dan dianggap sebagai orang yang memiliki ilmu tinggi. Masjid ini dibangun dengan denah bujur sangkar dan pada sisi Barat terdapat bagian menjorok yang berfungsi sebagai mihrab. Bagian atap bertumpang tiga yang pada bagian mihrab atapnya berupa gonjong dengan bahan terbuat dari ijuk. Pada bagian dinding, plafon dan tiangnya seluruhnya terbuat dari bahan kayu. Kecuali tiang tengah mulai dari tanah sampai pada permukaan plafon lantai II telah diganti dengan beton oleh masyarakat dikarenakan telah lapuk dan hancur.
Meskipun telah pernah dipugar, namun bentuk masjid ini masih sama dengan aslinya. Dengan bentuk masjid yang masih asli ini membuat siapa saja yang beribadah ataupun sekedar berkunjung akan betah berlama-lama di tempat ini. Secara keseluruhan, arsitektur masjid ini dipengaruhi oleh corak Minangkabau.
Masjid ini memiliki tatanan atap sebanyak tiga tingkat yang terbuat dari ijuk dengan ketebalan sekitar 15 cm. Selain itu permukaannua dibuat tidak datar melainkan sedikit cekung. Permukaan atap yang cekung itu cocok untuk daerah beriklim tropis karena dapat lebih cepat mengalirkan air hujan kebawah.
Antara tingkatan satu dengan yang lain terapat celah yang dibuat untuk pencahayaan dengan tingkatan teratas merupakan atap berbentuk limas. Sementara bagian mihrab memiliki atap dengan bentuk berbeda, yaitu berbentuk gonjong layaknya Rumah Gadang. Di sisi lain, corak islam terlihat pada masing-masing puncak atap yang dilengkapi mustaka.
Atap masjid ini disangga oleh 27 tiang, simbolasi dari 6 suku disekitar masjid ini yang terdiri dari empat unsur pemerintahan. Hal itu kemudian ditambah dengan tiga unsur agama yakni khatib, imam, dan bilal. Simbolisasi lain juga terdapat dalam mengisyaratkan jumlah rukun salat. Seperti masjid tua lainnya di Indonesia, masjid ini juga memiliki bedug atau disebut tabuah dalam bahasa Minang.
Bedug yang diperkirakan berusia sama dengan masjid ini berguna untuk menandakan masuknya waktu salat. Bedug ini diletakkan dibangunan tersendiri di lingkungan masjid. Sebagai salah satu budaya islam di Indonesia, keberadaan bedug tersebut masih tetap dipertahankan.(*)KATASUMBAR
